Love Blooming Rose AWAL KEHIDUPAN MANUSIA DI INDONESIA ~ BELAJAR ONLINE BERSAMA STELLA

About Author

Senin, 13 Mei 2019

AWAL KEHIDUPAN MANUSIA DI INDONESIA

A. Proses Muncul Berkembangnya Kehidupan Awal Manusia di Kepulauan Indonesia

Dengan bantuan ilmu geologi (ilmu yang mempelajari bumi ) perkembangan bumi dari awal terbentuknya sampai dengan sekarang, terbagi menjadi beberapa jaman yaitu :

Azoikum (tidak ada kehidupan)

Jaman ini berlangsung sekitar 2500 juta tahun, keadaan bumi masih belum stabil dan masih panas karena sedang dalam proses pembentukan. Oleh karena itu pada jaman ini tidak ada tanda-tanda kehidupan.

Paleozoikum (kehidupan tertua)
Jaman ini berlangsung sekitar 340 juta tahun, keadaan bumi masih belum stabil dan masih terus berubah. Akan tetapi menjelang akhir dari jaman ini mulai ada tanda-tanda kehidupan yaitu dari hewan bersel satu, hewan kecil yang tidak bertulang belakang, jenis ikan, amfhibi, reptil dan beberapa jenis tumbuhan ganggang. Karena itulah maka jaman ini dinamakan pula dengan jaman primer (jaman kehidupan pertama).

Mesozoikum (kehidupan pertengahan)

Jaman ini di perkirakan berlangsung sekitar 140 juta tahun, pada jaman ini kehidupan telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pohon-pohon besar muncul, amfhibi mengalami perkembangan, bahkan jenis reftil mencapai bentuk yang sangat besar sekali seperti dinosaurus, tyrannosaurus, brontosaurus, atlantosaurus.

Ada pula jenis reftil yang memiliki sayap dan dapat terbang selama berjam-jam,  jenis ini dinamakan dengan pteranodon. Jaman ini dinamakan jaman sekunder (kehidupan ke-2), adapula yang menyebut jaman ini dengan istilah jaman reftil, karena jenis hewan di dominasi oleh reftil, karena jenis hewan didominasi oleh reftil dengan bentuk yang sangat besar. Pada akhir jaman ini mulai muncul jenis mamalia.

Neozoikum (kehidupan muda)

Jaman ini diperkirakan berlangsung sekitar 60 juta tahun, jaman ini terbagi lagi menjadi jaman tersier (kehidupan ke-3) dan quarter (kehidupan ke-4). Pada jaman ini keadaan bumi telah membaik, perubahan cuaca tidak begitu besar dan kehidupan berkembang dengan pesat.

Jaman tersier

Pada jaman tersier, reftil raksasa mulai lenyap, mamalia berkembang pesat, mahluk primata sejenis kera mulai ada kemudian muncul jenis orang utan sekitar 10 juta tahun yang lalu muncul jenis hewan primata yang lebih besar dari pada gorila sehingga disebut giganthropus. Hewan ini menyebar dari Afrika ke Asia Selatan, tetapi kemudian punah.

Pada masa itu pulau Kalimantan masih bersatu dengan benua Asia, sebagai buktinya jenis babi purba (choeromous) dari jaman ini ditemukan pula di Asia Daratan.

Jaman quarter

Berlangsung sekitar 600 ribu tahun, ditandai dengan adanya tanda-tanda kehidupan manusia. Jaman ini terbagi atas jaman diluvium (pleistocen) dan jaman alluvium (holocen).

Jaman diluvium berlangsung sekitar 600 ribu tahun yang lalu, mulai muncul kehidupan manusia purba. Jaman ini dinamakan pula jaman glacial (jaman es) karena es di kutub utara mencair sehingga menutupi sebagian wilayah Eropa Utara, Asia Utara dan Amerika Utara.

Pada masa ini Sumatera, Jawa, dan Kalimantan masih menyatu dengan daratan Asia, sedangkan Indonesia Timur dengan Australia. Mencairnya es di kutub telah mengakibatkan pulau-pulau di Indonesia dipisahkan oleh lautan baik dengan Asia maupun Australia. Bekas daratan Asia yang sekarang menjadi dasar laut disebut Paparan Sunda, sedangkan bekas daratan Australia yang terendam air laut disebut Paparan Sahul, kedua paparan tersebut dipisahkan oleh Zone Wallace.

Pada masa ini hewan-hewan yang berbulu tebal seperti mamouth (gajah besar berbulu tebal ) mampu bertahan hidup. Sedangkan yang berbulu tipis migrasi ke wilayah tropis. Perpindahan hewan dari daratan asia ke Indonesia terbagi atas dua jalur. Pertama melalui Malaysia ke Sumatra dan Jawa, kedua melalui Taiwan, Philipina ke Kalimantan dan Jawa.

Pada jaman ini terjadi pula perpindahan manusia dari daratan Asia ke Indonesia, yaitu pitechanthropus erectus (ditemukan di Trinil) yang sama dengan sinanthropus pekinensis. Demikian juga dengan hasil kebudayaan Pacitan yang banyak ditemukan di Cina , Malaysia , Birma. Homo wajakensis yang menjadi nenek moyang bangsa Austroloid ikut pula menyebar dari Asia ke selatan sampai ke Australia dan menurunkan penduduk asli Australia yaitu bangsa aborigin

Jaman alluvium , pada masa ini kepulauan Indonesia telah terbentuk dan tidak lagi menyatu dengan Asia maupun Australia. Jenis manusia pertama yang migrasi dari Asia ke Indonesia telah tidak ada dan digantikan oleh jenis manusia bijak  (homo sapiens).

B. Kronologis Perkembangan Biologis Kehidupan Awal Manusia di Kepulauan Indonesia
Kehidupan Awal Manusia di Kepulauan Indonesia dapat di ketahui melalui berbagai fosil. Berdasarkan penelitian manusia tersebut telah memiliki kemampuan untuk mengembangkan kehidupan walaupun masih sangat sederhana dan kemampuan berfikir terbatas. Berikut ini beberapa penemuan fosil manusia purba di Indonesia

Pithecanthropus-erectusMeganthropus Paleo Javanicus
Artinya manusia Jawa tertua yang berbadan besar, yang hidup di Jawa sekitar 2-1 juta tahun silam. Manusia ini mempunyai ciri biologis berbadan besar, kening menonjol, tulang pipi tebal, rahang besar dan kuat, makanan utamanya adalah tumbuhan dan buah-buahan, hidup dengan cara food gathering (mengumpulkan makanan ). Ralph von Koenigswald menemukan fosil dari rahang bawah manusia jenis ini di Sangiran (lembah Bengawan Solo) pada 1941.

Pitechanthropus
Diartikan dengan manusia kera, fosilnya paling banyak ditemukan di Indonesia. Mereka hidup dengan cara food gathering dan berburu. Pitechanthropus terbagi kedalam beberapa jenis yaitu: pitechanthropus mojokertensis, robustus, dan erectus.

Pitechanthropus mojokertensis fosilnya ditemukan oleh Von Koenigswald pada tahun 1936, dalam bentuk tengkorak anak-anak berusia 5 tahunan di Mojokerto (lembah Bengawan Solo). Hidup sekitar 2,5 – 2,25 juta tahun lalu. Ciri – ciri biologisnya antara lain: muka menonjol kedepan, kening tebal dan tulang pipi yang kuat.

Pitechanthropus robustus, fosilnya ditemukan oleh Wiedenreich dan Koenigswald di Trinil (Ngawi,  Jawa Timur) 1939. Ciri biologisnya hampir sama dengan pitechathropus mojokertensis, bahkan Koenigswald menganggapnya masih dari jenis yang sama.

Pitechanthropus erectus, (manusia kera berjalan tegak), fosilnya ditemukan oleh Eugene Dubois di Trinil (Ngawi, Jatim) pada 1890. Mereka hidup sekitar 1 juta sampai 600 ribu tahun yang lalu. Ciri biologisnya bertubuh agak kecil, badan tegap, pengunyah yang kuat, volume otak 900 cc, kemampuan berfikir masih rendah, menurut pendapat teuku jakob, manusia ini telah bisa bertutur.

Homo
Jenis homo soloensis, fosilnya ditemukan antara 1931 -1934 oleh Von Koenigswald,  di sepanjang lembah Bengawan Solo. Homo soloensis diperkirakan hidup antara 900-200 ribu tahun lalu. Ciri biologis diantaranya bentuk tubuh tegak, kening tidak menonjol. Menurut Koenigswald, jenis ini lebih tinggi tingkatannya dari pitechanthropus erectus.

 wajakensis, fosilnya ditemukan oleh Rietschoten dan Dubois antara tahun 1888-1889 di desa Wajak (Tulung Agung ). Ciri biologisnya: tinggi mencapai 130-210 cm, berat badan sekitar 30 – 150 kg, volume otak sampai dengan 1300cc. Mereka hidup dengan makanan yang telah dimasak walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana.

C. Periodisasi Perkembangan Budaya pada Masyarakat Awal Indonesia Berdasarkan Bukti Arkeologi
Berdasarkan arkeologi (ilmu yang mempelajari peninggalan purbakala dari manusia pra sejarah ), perkembangan kehidupan awal manusia di kepulauan Indonesia dapat digolongkan menjadi beberapa periode yaitu periode jaman batu (batu tua, batu tengah, batu muda, dan jaman logam (perunggu) ).

Jaman Batu; Paleolithikum (batu tua)
Ciri dari jaman ini adalah peralatan buat dari batu masih kasar dan belum diasah. Alat dari batu ini dibuat dengan cara membenturkan batu yang satu dengan yang lainnya, pecahan batu yang menyerupai kapak kemudian mereka gunakan sebagai alat.

Cara hidup manusia pada jaman palleolithikum adalah: nomad dalam kelompok kecil , tinggal dalam gua atau ceruk karang, berburu. Mengumpulkan makanan (food gathering) . Menurut Teuku Tacob, bahasa sebagai alat komunikasi telah ada dalam tingkat sederhana. Berdasarkan tempat penemuannya, jaman palleolithikum terbagi atas kebudayaan Pacitan dan Ngandong.

Kebudayaan Pacitan, peralatan yang dihasilkan adalah kapak genggam, alat penetak (chopper), ditemukan oleh Koenigswald 1935. Selain di Pacitan, alat – alat tersebut ditemukan pula di beberapa daerah seperti : Sukabumi (Jabar), Parigi, Gombong (Jateng) , Lahat (Sumsel), Lampung, Bali, Sumbawa, Flores, Sulsel. Alat-alat tersebut ditemukan pada lapisan yang sama dengan ditemukannya fosil pitechanthropus erectus.

Kebudayaan Ngandong, peralatan yang ditemukan adalah flakes (alat serpih) berupa pisau atau alat penusuk. Disamping itu ditemukan pula peralatan dari tulang dan tanduk. Berupa belati, mata tombak yang bergerigi, alat pengorek ubi, tanduk menjangan yang diruncingkan dan duri ikan pari yang diruncingkan. Alat-alat tersebut ditemukan pula di daerah lain seperti di Sangiran dan Sragen (Jateng). Manusia pendukung kebudayaan Ngandong adalah homo soloensis dan homo wajakensis, karena ditemukan pada lapisan tanah yang sama dengan peralatan kebudayaan Ngandong.

Mesolitihkum (batu tengah)
Ciri dari jaman ini adalah peralatan dari batu yang telah diasah bagian yang tajamnya. Jaman ini merupakan peralihan dari palleolithikum ke neolithikum. Yang menarik dari jaman messolithikum adalah ditemukannya tumpukan sampah dapur yang kemudian diberi istilah kjokkenmoddinger dan abris sous roche oleh penelitinya yaitu Callenfels (dijuluki bapak pra sejarah).

Kjokkenmoddinger adalah tumpukan kulit kerang dan siput yang telah membatu, banyak dijumpai di pinggir pantai. Sedangkan abris sous roche adalah tumpukan dari sisa makanan yang telah membatu di dalam gua.     Cara hidup messolhitikum adalah sebagian masih food gathering dan berburu tetapi sebagian telah menetap dalam gua dan bercocok tanam sederhana (berladang) menanam umbi-umbian. Telah pula menjinakan hewan dan menyimpan hewan buruan sebagai langkah awal untuk berternak.

Mereka telah membuat gerabah, mengenal kesenian dalam bentuk lukisan di dinding gua (lukisan gua) ketika mereka telah menetap. Lukisan tersebut berupa gambar telapak tangan berlatar belakang warna merah, gambar babi rusa yang tertancap panah (di Gua Leang-leang – Sulsel), penelitinya dilakukan oleh Heekren Palm, 1950 di gua pulau Muna , ditemukan berbagai lukisan manusia, kuda, rusa, buaya, anjing. Di Maluku dan Papua, lukisan gua dalam bentuk gambar cap tangan, kadal, manusia, burung, perahu, mata, matahari.

Jaman messolithikum terbagi atas 3 kelompok budaya : kebudayaan fleks, (fleks culture), kebudayaan pebble (pebble culture ), kebudayaan tulang (bone culture). Kebudayaan ini didukung oleh manusia dari jenis Papua Melanesoid yang berasal dari Indo-Cina.

Fleks culture, peralatan berupa alat serpih yang telah ada jaman palleolithikum , menjadi sangat penting pada jaman messolithikum, sehingga memunculkan corak tersendiri. Terutama setelah mendapatkan pengaruh dari budaya daratan. Dua orang peneliti berkebangsaan Swiss (Fritz Sarasin dan Paul Sarasin ) antara 1893-1896, melakukan penelitian di Sulsel, dan berhasil menemukan fleks.

Peralatan sejenis juga ditemukan di daerah lain yaitu Bandung (fleks dari obsidian yaitu batu hitam yang indah), Flores, NTT dan Timor. Flakes culture merupakan pengaruh dari Asia Daratan yang masuk ke Indonesia melalui jalur timur yaitu Jepang, Taiwan, Philipina, Sulawesi.

Pebble culture, peralatan berupa kapak genggam Sumatera (pebble), kapak pendek (hacte curte), batu penggiling, pisau, Callenfels pada 1925, melakukan penelitian di pesisir Sumatera dan menemukan peralatan di atas bersama kjokkenmoddinger. Pebble culture merupakan pengaruh dari kebudayaan bacson hoabinh (Indo-Cina) yang masuk ke Indonesia melalui jalur barat yaitu Malaka dan Sumatera.

Bone culture, penelitian dilakukan oleh Callenfels 1928-1931 di Ponorogo. Peralatan tersebut ditemukan bersama dengan abris sous roche di gua-gua. Ditemukan pula fosil dari jenis manusia Papua melanesoide, yang merupakan nenek moyang orang Papua (Irian). Peralatan dan fosil sejenis di temukan pula di besuki dan Bojonegoro.

Neolhitik (batu muda)
Ciri jaman batu muda adalah pemakaian peralatan dari batu yang telah diasah halus karena telah mengenal teknik mengasah. Pada jaman ini terjadi revolusi kehidupan (perubahan dari kehidupan nomad dengan food gathering menjadi menetap dengan food producing) .

HMB_Essen_und_Kochgerät_JungsteinzeitCara hidup pada jaman neolithikum adalah hidup menetap, bertempat tinggal dekat sumber air, food producing (menghasilkjan makanan dari bercocok tanam dan berternak walaupun berburu masih dilakukan terutama pada waktu senggang), membuat rumah bertonggak dengan atap dari daun-daunan membuat kain dari kulit kayu (ditemukan pemukul kulit kayu), membuat perahu atau rakit, membuat perhiasan dari batu-batu kecil indah. Menurut penelitian Kem mereka berkomunikasi dengan menggunakan bahasa melayu Polinesia.

Pada akhir jaman ini telah dikenal kepercayaan dalam bentuk animisme (kepercayaan tentang adanya arwah nenek moyang yang memiliki kekuatan gaib ) dan dinamisme (kepercayaan terhadap benda-benda yang dianggap memilki kekuatan gaib). Mereka percaya bahwa setelah mati ada kehidupan lain sehingga diadakanlah berbagai upacara terutama bagi kepala sukunya. Mayat yang dikubur disertai dengan berbagai macam benda sebagai bekal di alam lain. Dan sebagai peringatan maka dibangunlah berbagai monumen (bangunan) yang rutin diberi sajian agar arwah yang meninggal (leluhur) melindungi dan memberikan kesejahteraan bagi sukunya.

Pada jaman ini pembuatan gerabah memegang peranan penting sebagai wadah atau tempat dalam kehidupan sehari-hari. Adapula gerabah yang digunakan untuk keperluan upacara dan gerabah yang dibuat dengan indah baik bentuk maupun hiasannya.

Berdasarkan peralatannya kebudayaan jaman neolithikum di bedakan menjadi kebudayaan kapak persegi dan kapak lonjong berasal dari heine geldern berdasarkan kepada penampang yang berbentuk persegi panjang dan lonjong.

Kebudayaan kapak persegi, kebudayaan kapak persegi berasal dari Asia Daratan yang menyebar ke Indonesia melalui jalur barat melalui Malaka, Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusatenggara. Terdapat kapak persegi ukuran kecil (digunakan sebagai fungsi kapak) dan yang ukuran besar (digunakan sebagai fungsi beliung atau cangkul). Di beberapa daerah ditemukan bekas-bekas pusat kerajinan kapak persegi seperti di Lahat (Palembang), Bogor, Sukabumi, Purwakarta, Tasik (Jabar), Pacitan (Jatim).

Kebudayaan kapak persegi didukung oleh manusia proto melayu (melayu tua ) yang migrasi ke Indonesia menggunakan perahu bercadik sekitar 2000 sm. Yang merupakan keturunan ras melayu tua adalah suku Sasak, Toraja, Batak dan Dayak. Di Minahasa (Sulut ) ditemukan kapak bahu, sejenis kapak persegi diberi leher untuk pegangannya.

Kebudayaan kapak lonjong, ukuran kapak lonjong ada yang besar (walzenbeli) dan kecil (kinbeli), sering di sebut dengan istilah neolith papua karena penyebarannya terbatas di Irian saja oleh bangsa papua melaneside.Dari peralatan yang ditemukan, baik kapak persegi maupun kapak lonjong dibuat dari batu api (chalcedon), terdapat pula kapak yang tidak terdapat tanda-tanda bekas dipakai dalam bentuk yang indah (sebagai alat berharga, lambing kebesaran atau jimat).

Penggunaan  Logam
Kebudayaan perunggu di Asia Tenggara merupakan pengaruh dari kebudayaan dongson, yang berkembang di Vietnam, Geldern berpendapat bahwa kebudayaan dongson berkembang paling muda sekitar 300 sm pendukung kebudayaan perunggu adalah bangsa Deuteuro Melayu (melayu muda) yang migrasi ke Indonesia sambil membawa kebudayaan dongson. Keturunannya adalah Jawa, Bali,Bugis, Madura, dll.

Bahkan ditemukan beberapa bukti bahwa telah terjadi pembaruan antara melayu monggoloide (proto melayu dengan deuteuro melayu) dan papua melaneside.

Ciri jaman perunggu adalah pemakian peralatan dari logam yang dikembangkan melalui tehnik bivalve (rangkap) dan a cire perdue (cetak lilin). Namun bukanlah berarti setelah itu peralatan dari batu dan gerabah ditinggalkan karena masih terus dipergunakan bahkan sampai sekarang.

Ciri kehidupan pada jaman perunggu adalah telah terbentuk perkampungan yang teratur dipimpin oleh kepala suku atau ketua adat, tinggal dalam rumah bertiang yang besar yang bagian bawahnya dijadikan tempat ternak, bertani (berladang dan bersawah) dengan system irigasi sehingga pengairan tidak selalu bergantung kepada hujan.

Telah terdapat pembagian kerja berdasarkan keahlian sehingga munculah kelompok undagi (tukang yang ahli membuat peralatan logam). Mereka telah menguasai ilmu astronomi (untuk kepentingan pelayaran dan pertanian ) dan membuat perahu bercadik.

Beberapa hasil budaya pada jaman perunggu adalah kapak corong (kapak sepatu), candrasa (kapak corong yang salah satu sisinya memanjang), terdapat candrasa dan kapak corong yang indah dan tidak ada tanda-tanda bekas digunakan. Nekara (seperti dandang tertulungkup), moko (nekara yang lebih kecil), terdapat berbagai perhiasan seperti garis lurus, piln-pilin, binatang, rumah, perahu, lukisan orang berburu, tari dan lukisan orang cina (monggol).

Selain itu mereka membuat bejana perunggu (berbentuk seperti periuk yang gepeng) dengan hiasan indah (dalam bentuk garis dan burung merak). Arca perunggu berupa arca (ditemukan di Bangkinang – Sulsel, Bogor-Jabar, dan Riau ) perhiasan perunggu seperti gelang, kalung, anting, dan cincin.

Trasidi megalitik  (batu besar)
Disebut kebudayaan batu besar karena pada umumnya menghasilkan kebudayaan dalam bentuk monumen yang terbuat dari batu berukuran besar. Kebudayaan ini muncul pada akhir jaman neolhitikum, tetapi perkembangannya justru terjadi pada jaman perunggu (kebudayaan dongson).

Hasil-hasil dari kebudayaan megalit memberikan petunjuk kepada kita mengenal perkembangan kepercayaan, terutama pemujaan terhadap arwah nenek moyang, yang memang telah muali nampak pada akhir jaman neolithikum berikut ini adalah hasil-hasil budaya megalhitikum:

Menhir, tugu batu yang terbuat dari batu tunggal, yang berfungsi sebagai tanda peringatan dan melambangkan arwah nenek moyang sehingga menjadi bendapemujaan , menhir banyak ditemukan di Pasemah, Lahat, Sungai Talang Koto (Sumatera), Nagada (Flores).

Dolmen, meja batu tempat sesaji, ada dolmen yang disangga oleh menhir dan ada pula yang digunakan sebagai penutup keranda atau sarchopagus, yang demikian dinamakan dengan pandhusa. Sarcophagus (keranda), peti mati tempat penyimpanan mayat yang berbentuk lesung terbuat dari batu utuh yang diberi tutup. Di Bali ditemukannya keranda yang berisi tulang belulang manusia, barang perunggu serta manik-manik.

Kubur batu, peti mayat yang dipendam di dalam tanah berbentuk persegi panjang dengan ke empat sisinya di buat dari lempengan – lempengan batu. Ada pula yang disebut waruga, yaitu kubur batu yang berbentuk bulat. Kubur batu banyak ditemukan di Kuningan (Jabar), Pasemah (Sumatera), Wonosari (Yogja) dan Cepu (Jateng).

Punden berundak, bangunan pemujaan terhadap roh nenek moyang yang berupa susunan batu bertingkat. Banyak ditemukan di Banten, Garut, Kuningan, Sukabumi (Jabar). Dalam perkembangan selanjutnya, punden berundak merupakan dasar dalam pembuatan candi, bangunan keagamaan maupun istana.

Selain itu ditemukan pula hasil budaya megalithikum dalam bentuk patung atau arca manusia yang menggambarkan wujud nenek moyang atau arca binatang. Banyak ditemukan di daerah Pasemah (Sumatera), sementara di di Lembah Bada (Sulteng) ditemukan patung manusia (laki-laki dan perempuan).

0 Comments:

Posting Komentar